Sabtu, 12 Juni 2010

Pertandingan Cengengesan : "Sepak Dunia Piala Bola 2010"


"Saya lebih setuju dengan menyebut even ini sebagai Sepak Dunia Piala Bola 2010". Kata pak RT di penutupan orasinya. Tapi tragis... Ndak ada suara gegap gempita dan sorak sorai warga yang nonton pertandingan bareng di TV gardu siskamling.
Selama beberapa pekan pak RT memang ndak nyambangi kampungnya, karena urusan sandang pangan di luar kota. Kali ini pak RT terpaksa nyambangi karena ada satu momen penting dalam sejarah kehidupan manusia di dunia (moga-moga juga di akhirat), yaitu nonton pertandingan sepak bola piala dunia di TV pos gardu bareng tetangga sekampung. Maklum, kalo nonton sepak bola ndak bareng tetangga rasanya kurang sreg... asline ngantuk. Gimana ndak? Lha wong pak RT ndak patek ngerti urusan sepak bola, ngertine cuman urusan kampung dan laporan ke pak RW dan Lurah. Padahal pingin nonton. Yo wis lah... nonton bareng tetangga di gardu aja, supaya ndak ngantuk.
Malam itu pertandingan sepak bola di TV pos gardu antara Argentina vs Nigeria sudah berlangsung 16 menit babak pertama. Pak RT dan beberapa warga kampung yang seneng nonton bareng kelihatan tegang, saling dukung tim-tim jagoa-jagoannya masing-masing.
"Pak RT njago yang mana?" tiba-tiba Dul Koplak tanya sambil nyeblek pak RT dari belakang.
"Eh, ini pertandingan adu ayam ta, kok pake jago?" pak RT ngeles sambil pesen segelas kopi di warung depan gardu siskamling.
"Ah, sampean iku jangan mbegendeng gitu lah.. Saya ini tahu kalo pak RT nge-fans sama cak Mesi. Ya to?" tanya Dul Koplak lagi.
"Ya iya lah! wong Mesi itu pemain yang cerdas, cepat dan sigap. Dia mampu bermain di lini depan, tengah, kanan, kiri, depan dan belakang kok. Pokoke yo mesti Mesi." Pak RT mulai menyiapkan orasinya.
"Hus! Cak Mesi itu pemain penyerang, bukan wasit... Lapo sampe tengah dan belakang?" Dul Koplak interupsi.
"Siapa yang ndak ngolehi kalo Mesi mau gitu? Buktinya, wasit ndak ngasih kartu merah kok.." potong pak RT, "Mangkanya, Plak, aku njagokan Barcelona."
"Waduh..." Dul Koplak mulai merban kepalanya sebab kayaknya mulai pecah sebelah. "Ini Piala Dunia, bukan Liga Spanyol... tobyaat..!! Yang tanding kelasnya negara, bukan club, bos!" Kata Dul Koplak sampe idune muncrat...
"Lho, sebentar dulu sik ta. Kamu jangan salah." Sambil ngelap idune Dul Kopal yang muncrat di jidat, pak RT mulai mbuka orasi, "Itu cuman istilah orang-orang yang sok suci, sok mulia, sok damai, sok piss, sok demokrasi, sok liberal, sok kapital, sok bosok dan lain-lain. Yang mengagung-agungkan kemenangan dan superior, tapi mengesampingkan makna sportifitas dan hak unjuk gusi. Coba kamu lihat sekarang di TV!".
Dul koplak melirik di TV gardu sebentar, sambil pesen teh anget dan pil sakit kepala di warung yan ada di depan gardu.
"Terus, kenapa dengan TV-nya?" Tanya Dul Koplak.
"Dengkulmu mlocot! Lihat pertandingannya, bukan TV-nya. Dasar koplak!" pak RT mulai berdiri dan siap berpidato.
"Kalo pertandingannya model begini, ini bukan Sepak Bola Piala Dunia, tapi yang betul Sepak Dunia Piala Bola", sambung pak RT.
"Kok gitu?" tanya Dul Koplak sambil minum pil sakit kepalanya.
"Coba bayangkan! Yang bisa main di ajang ini cuman beberapa negara pilihan panitia. Untuk bisa tapil di ajang ini, panitia perlu menyepak beberapa negara yang dianggap ndak mampu menurut panitia, tapi belum tentu menurut Tuhan. Ya to? Kalo menyepak suatu negara, yang notabene esensi pokok dunia, maka sama saja dengan menyepak dunia. Kalau ndak nganggep negara berarti ndak nganggep dunia. Karena yang namanya dunia ya isinya negara-negara. Ya to? Apa ini ndak cengengesan?" lanjut pak RT.
Dul Koplak melotot, mungkin kesereten pil-nya. 
"Para pemain yang banyaknya hampir sama dengan anggota arisan kampung ini, pada lari kesana-kemari saling berebut bola satu sama lain. Ndak ada yang ngalah atau besar hati, ikhlas dan berserah diri, apalagi bersyukur gak blas... Bahkan di-belan-belani kakinya cedera, jatuh nyosop, apalagi tawuran, bahkan suporter yang malah giat untuk tawuran dan taruhan.. cuma berebut satu bola. Satu bola.. satu bola.. Seolah-olah bola itulah yang jadi pialanya. Apa ini ndak cengengesan namanya?" lanjut pak RT.
"Mangkanya, saya lebih setuju kalau menyebut even ini sebagai "Sepak Dunia Piala Bola", pak RT menutup orasinya dengan semangat berapi-api. Kemudian langsung memencet bel peresmian... yang ternyata itu bukan bel, tapi hidung Dul Koplak, yang memang lebih mirip bel dari pada hidung.
Tetapi tragis. Penutupan orasi pak RT tidak disambut dengan gegap gempita dan sorak-sorai warga. Karena gardu sudah sepi, warga sudah pulang ke rumah masing-masing, warung depan gardu juga sudah tutup, pertandingan di TV sudah selesai 6 menit yang lalu. Cuman tinggal pak RT dan Dul Koplak yang celingukan berdua. Sunyi.. sepi.. sendiri..
Karena ndak serius nonton pertandingan dan ndak tahu hasil akhirnya, pak RT agak kecewa, dan Dul Koplak murang-muring paket lengkap dengan komplikasi ndas pecah, tapi ndak pakai darah tinggi.

Kaplokmu kaplan, Plak!!

--------ooo--------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar